Langsung ke konten utama

Sejarah Makam Aulia Di Gorontalo

 A. Makam Aulia Ta Diyaa Oyibuo

    Menurut legenda, Aulia Ta Diyaa Oyibuo adalah seorang penyebar agama Islam di Gorontalo yang berasal dari Mesir. Beliau diyakini memiliki kesaktian luar biasa, seperti mampu terbang dan berpindah tempat dalam sekejap mata. Beliau juga terkenal dengan karomahnya, seperti menyembuhkan orang sakit dan membantu orang yang kesusahan. 
    Makam tersebut milik seorang wali yang dikenal dengan nama Aulia Ta Diyaa Oyibuo. Juru kunci makam, Nino Hasan, menceritakan bahwa makam tersebut awalnya hanyalah seperti kuburan pada umumnya.  Hanya berupa gundukan tanah dan batu nisan yang ditutupi kain putih. Namun, pada tahun 2009 atau 2010, seorang dosen di IAIN Gorontalo berinisiatif untuk memugar makam tersebut. 
    Dosen tersebut membangun tembok dan pagar di sekeliling makam, sehingga makam tersebut terlihat lebih rapi dan tertata, Nino telah menjadi juru kunci di makam tersebut sejak tahun 1999. Ia dipercayakan oleh pemerintah setempat untuk menjaga makam dari wali tersebut. Meski telah menjadi juru kunci selama 24 tahun, Nino tidak bisa menjelaskan secara rinci bagaimana makam tersebut ditemukan. Ia juga tidak bisa menceritakan riwayat hidup wali yang dikuburkan di sana. "Kalau cerita riwayat hidup wali ini saya kurang tahu, cuman hanya dengar-dengar dari orang tua, kalau ini makam memang sudah lama di sini," ujar Nino.
    Nino hanya bisa memastikan bahwa selama 24 tahun ia telah menjaga dan membersihkan makam tersebut. Menurut Nino, banyak peziarah yang mendatangi makam tersebut. Baik dari warga lokal, maupun dari daerah tetangga Gorontalo. "Lumayan yang datang, kadang 14 orang, bahkan ada yang sampai 20 lebih," ucap Nino. Kebanyakan peziarah mendatangi makam tersebut di malam Jumat. Mereka percaya bahwa di malam Jumat, energi spiritual di makam tersebut lebih kuat. Meski banyak peziarah yang datang, Nino tidak pernah meminta biaya retribusi atau uang kebersihan. Ia hanya meminta para peziarah untuk menjaga kebersihan makam. "Ikhlas, tapi ada juga peziarah yang memberikan uang. Dan itu saya tetap terima, ya karena rezeki kan," ujar Nino dengan senyumnya. Makam Aulia Ta Diyaa Oyibuo merupakan salah satu destinasi wisata religi di Gorontalo. Makam tersebut menjadi tempat bagi umat Muslim untuk berziarah dan berdoa.

Alamat Lengkap: Jl. Jend. Katamso, Kelurahan Donggala, Kecamatan Hulonthalangi, Kota Gorontalo, Gorontalo 96124

Informasi Tambahan:

  • Makam Aulia Ta Diyaa Oyibuo terletak di atas bukit Hulonthalangi, dengan pemandangan Kota Gorontalo yang indah.
  • Makam ini menjadi salah satu destinasi wisata religi yang populer di Gorontalo, dan banyak dikunjungi oleh peziarah dari berbagai daerah.
  • Di area makam terdapat sebuah masjid dan beberapa bangunan lainnya, seperti tempat wudhu dan tempat peristirahatan.
  • Pengunjung yang datang ke makam ini biasanya berdoa dan memanjatkan permohonan kepada Allah SWT.
  • Dipercaya bahwa dengan berziarah ke makam Aulia Ta Diyaa Oyibuo, doa dan permohonan akan lebih mudah dikabulkan.

Tips untuk Berkunjung:

  • Berpakaianlah sopan dan menutup aurat.
  • Jagalah sikap dan perkataan saat berada di area makam.
  • Mintalah izin kepada juru kunci makam sebelum memasuki area makam.
  • Jangan membuang sampah sembarangan di area makam.
  • Berikanlah sedekah kepada juru kunci makam sebagai tanda terima kasih.

B. Makam Aulia Raja Ilato Ju Panggola

    Raja Ilato Ju Panggola, yang dikenal pula sebagai Ju Panggola, Raja Ilato, atau Raja Tapa,
merupakan raja ke-12 Gorontalo yang memerintah sekitar abad ke-16. Ia dihormati sebagai raja yang adil, bijaksana, dan memiliki kemampuan istimewa, seperti menghilang dan muncul kembali di tempat lain. Konon, Raja Ilato Ju Panggola memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Gorontalo.

    Dari pusat Kota Gorontalo, sekitar tujuh kilometer jarak yang harus ditempuh untuk mencapai lokasi makam. Saat menyambangi makam, Banthayo.id disambut papan nama yang bertuliskan Makam Raja Ilato Ju Panggola. Makam itu berada di puncak bukit. Banthayo.id harus melewati 100 anak tangga untuk sampai ke masjid, tempat Raja Ilato Ju Panggola dimakamkan. Menurut Ketua Badan Pengelola Lembaga Pariwisata Banthayo Pobo’ide, Rukmini Otaya, Ju Panggola merupakan sebuah julukan dalam bahasa Gorontalo. Ju berarti Ya, sedangkan Panggola berarti Tua. Julukan itu disematkan kepada orang yang lebih tua. Panggilan itu memiliki arti sebagai "Ya orang tua". 

    Adapun Ilato yang berarti kilat. Julukan itu diberi karena ia diyakini masyarakat memiliki

kesaktian yang mampu menghilang dari pandangan orang lain. Ia juga dapat muncul secara tiba-tiba dalam keadaan genting. "Dirinya dikenal masyarakat sebagai aulia atau wali yang mempunyai sejarah dalam penyebaran Islam di Gorontalo," jelas Rukmini, Sabtu, (27/4). Menurut Rukmimi, Raja Ilato disebut sebagai Ju Panggola karena selalu muncul sebagai sosok orang tua yang berjenggot panjang dan mengenakan jubah putih pada masa itu. "Pada masa penyebaran Islam 1500 M, Raja Ilato sudah menjajaki Negeri Gorontalo. Dan dia dikenal sebagai orang yang berpengaruh pada kerajaan yang ada di Gorontalo," ungkapnya. 
    Ju Panggola sesungguhnya adalah gelar, yang artinya ”tokoh yang dituakan”. Orang Gorontalo di zaman dulu selalu mengenal Ju Panggola sebagai kakek tua yang berjubah putih yang panjangnya sampai ke lutut. Ia juga dikenal sebagai Ilato atau Raja Kilat, karena perjuangan melawan penjajah Belanda ia mampu menghilang, dan kembali muncul jika negeri dalam keadaan gawat. Karena jasa-jasanya, Ju Panggola mendapat gelar adat “Ta Lo’o Baya Lipu” atau “orang yang berjasa kepada rakyat”, sebagai lambang kehormatan dan keluhuran negeri. Ju Panggola juga dikenal sebagai penyebar agama Islam. Berkat penguasaan ilmu agama yang tinggi, ia tidak saja dikenal sebagai Ulama, tapi juga sebagai Waliyullah. Dan sebagai pejuang, ia juga dikenal sebagai pendekar yang piawai dalam ilmu persilatan di Gorontalo yang disebut Langga. Berkat kesaktiannya, ia tidak perlu melatih murid-muridnya secara fisik, melainkan cukup dengan meneteskan air kepada kedua bola mata sang murid, dan setelah itu, kontan sang murid mendapatkan jurus-jurus silat yang mengagumkan.
    Tapi ada versi legenda lain yang menyebutkan bahwa Ilato adalah “Raja”. Namun tidak ada yang dapat memastikan, apakah Ilato Ju Panggola adalah juga Raja Ilato putra Raja Amai yang bergelar “Matoladula Kiki” yang memerintah kerajaan Gorontalo pada 1550 – 1585, dan menetapkan Islam sebagai agama resmi kerajaan. Yang pasti, pada sebuah batu prasasti di bukit yang juga merupakan fondasi masjid Quba, tertera tulisan: Masjid Quba, tempat makam Ta’awuliya Raja Ilato Ju Panggola, Ta Lo’o Baya Lipu, 1673 M, wafat Ahad 1 Muharam 1084 H.
Menurut silsilah pada buku yang bertuliskan huruf Arab Pegon, maka Ju Panggola atau Raja Kilat (Ilato) merupakan titisan dari Raja-Raja besar di Gorontalo seperti Raja Matolodula Kiki, Raja Amay sampai kepada Raja Yilahudu / Matolodulada’a (pendiri Kerajaan Gorontalo). Ju Panggola diganti oleh anaknya sebagai Raja yaitu Raja Humonggilu pada tahun 1673. Anak perempuan Raja Kilat yaitu putri Tataydi adalah Ibu dari Jogugu Limboto, Wadipalapa sedang Putri Otu (anak Ju Panggola) dikawini Raja Walangadi I menghasilkan 9 anak antara lain, Raja Botutihe. Raja Kilat (Ju Panggola) bersaudara tiga yaitu :
1. Raja Putri Moliye
2. Raja Kilat (Ju Panggola)
3. Padudu. 
    Raja Putri Moliye dimakamkan di Gunung di Pelabuhan Gorontalo (Ta toayabu), sedangkan Padudu dimakamkan di Batuda’a pantai dan Raja Kilat dimakamkan di Kelurahan Dembe Kecamatan Kota Barat, berdekatan denganBenteng Otanaha. Dalam buku yang bertuliskan Huruf Arab Pegon Ju Panggola adalah seorang Aulia karena Aulianya kuburannyaselalu diziarahi oleh orang-orang dari segala penjuru. Jadi Ju Panggola ini bukan seperti cerita orang bahwa beluai adalah Ta Lobutaa To Putito (yang pecah dari telur), karena jelas silsilahnya dan bukan pula kembaran dari Tolangahula.
    Adapun Putri Tolangahula (Putri Bulan Purnama) yang merupakan Raja pertama Kerajaan Limboto (1330), bahwa ketika dua orang perempuan yaitu Mbuibungale dan Mbuibintela bertengkar memperebutkan suatu benda yang berkilauan ditengah danau masing-masing mengaku benda itu miliknya. Tiba-tiba muncul seorang tinggi besar (Pembono Bulodo II anak dari Buluati, Raja Bolaang dengan istrinya Buluwinadi cucu Raja Suwawa) mengambil benda tersebut yang terbungkus daun teratai, setelah dibuka ternyata seorang bayi perempuan yaitu putri Tolangohula. Lelaki tersebut menanyakan kepada kedua permpuan yang bertengkar itu apa mereka sudah bersuami. Karena keduanya menjawab belum bersuami maka Pembono Bulodo II meminta untuk memperistrikan keduanya dan keduanya menerima pinangan tersebut sedangkan bayi tersebut dipelihara oleh salah satunya yaitu Mbuibungale. Perkawinan Pembono Bulodo II dengan Mbuibungale melahirkan anak laki-laki dengan nama Yilumoto (Luneto). Setelah dewasa Yilumoto dan Tolangohula menjadi suami istri.
    Jadi dapat dilihat disini bahwa Tolangohula hidup pada sekitar Tahun 1330 sebagai Raja Pertama Kerajaan Limboto, sedangkan Ju Panggola / Aulia atau Raja Kilat / Raja Limboto hidup sekitar Tahun 1500-an. Seperti halnya banyak legenda, sebuah versi mengatakan, Ju Panggola wafat di Mekah. Tapi versi lain menyebutkan, ia tidak wafat, melainkan raib, menghilang secara gaib. Lantas bagaimana dengan makam di balik mihrab masjid Quba yang di yakini sebagai makam Ju panggola? Menurut Farha Daulima, Budayawan Gorontalo, makam tersebut dibangun oleh warga setempat hanya berkat adanya keajaiban di tanah tempat makam itu kini berada.
    Tanah yang berwarna putih itu baunya sangat harum. Menurut penuturan orang-orang tua dulu, Ju Panggola pernah berwasiat, “Dimana ada bau harum dan tanahnya berwarna putih di situlah aku,” di sana pula dulu Ju Panggola tinggal sekaligus berkhalwat. Itulah sebabnya warga setempat menganggap, disana pula Ju Panggola “beristirahat panjang.” Makam Ju Panggola terdapat dalam sebuah bilik berukuran 3 x 3 m, lantainya dari keramik warna putih, sewarna dengan kain kelambu penutup tembok dinding yang menjuntai menyentuh lantai. Tanah makam berwarna putih dan harum itu sering diambil oleh para peziarah, karena mereka percaya, sejumput tanah makam itu dapat menjadi obat. Bahkan ada saja gadis-gadis yang membawa pulang segumpal tanah tersebut untuk digunakan sebagai bedak lulur, bahkan diyakini dapat mempercantik diri dan dapat mempermudah mendapat jodoh.
    Dibulan ramadhan, makam ini penuh dengan orang berziarah. atau jika musim paceklik tiba, banyak orang berziarah kesana. Di makam Ju Panggola yang dikeramatkan itu mereka berkhalwat selama tujuh hari sambil berpuasa, membaca shalawat dan berdoa dengan khusuk. Ada pula sebagian peziarah yang melakukan ritus khusus dengan meletakkan sebotol air putih di makam sang Waliyullah selama tiga hari tiga malam. Mereka berharap air itu menjadi obat untuk segala macam penyakit. Wallahu’ A’lam. 

1. Jasa Raja Ilato Ju Panggola

    Menurut Rukmini, Raja Ilato memiliki jasa terhadap perjuangan rakyat Gorontalo pada masa

penjajahan Belanda. Berbekal ilmu bela diri, Raja Ilato mampu menyelamatkan rakyat Gorontalo dari ancaman Belanda. "Dia juga diberi gelar Ta Lo’o Baya Lipu atau orang yang berjasa kepada rakyat, sebagai lambang kehormatan dan keluhuran negeri,” terang Rukmini. Semasa hidupnya, menurut Rukmimi, Ju Panggola mewariskan ilmu bela diri kepada masyarakat Gorontalo. Nama ilmu itu, Langga. Untuk menguasai Langga, mata murid Ju Panggola mula-mula harus ditetesi air. Setelah itu, murid itu langsung menguasai Langga lewat gerakan refleks atau belajar di alam mimpi. "Meski begitu banyak cerita rakyat yang tidak dapat memastikan bahwa Ju Panggola adalah raja. Sebagian orang mempercayai Ilato Ju Panggola adalah putra dari Raja Amai yang memerintah kerajaan Gorontalo pada 1550 sampai 1585, yang menetapkan Islam sebagai agama yang patut dianut dalam masa kerajaan," jelasnya.

2. Meyakini Kebenaran Kuburan Ju Panggola

    Warga sekitar makam meyakini Ju Panggola tidak wafat, melainkan raib. Menurut Jumiati, Ju
Panggola menghilang secara gaib. Lantas, makam yang kini dijadikan tempat berziarah oleh masyarakat setempat hanya berkat adanya keajaiban di tanah tersebut. “Menurut cerita orang tua dahulu, Ju Panggola pernah berwasiat. Di mana ada bau harum dan tanahnya berwarna putih, maka di situlah aku. Dengan pesan itu, warga setempat menganggap di sanalah ia beristirahat panjang," jelas Jumiati. Makam keramat Ju Panggola sendiri berada di perbukitan dengan ketinggian kurang lebih 30 meter dari jalan raya. Masyarakat pun membangun sebuah masjid Kubah di makam tersebut untuk mengenang peristiwa bersejarah dari Ilato Ju Puanggola. "Kalau masjid itu dibangun oleh masyarakat setempat. Tak ada jasad yang ditemukan, tapi masyarakat hanya berpedoman pada wasiat Ju Panggola," ujar Jumiati. Di dalam sebuah bilik berukuran 3×3 meter, makam keramat tersebut dihiasi dengan kelambu penutup dinding yang berwarna putih. Tanah putih di sekitaran makam tersebut senantiasa menebarkan bau harum. Munai Ismail, penjaga makam, mengungkapkan masyarakat setempat meyakini tanah itu mampu menyembuhkan berbagai macam penyakit.
    Maka tidak jarang para peziarah datang untuk mengambil segenggam tanah di tempat itu. 
"Tidak hanya itu, banyak juga yang salat dan memohon kesembuhan dari penyakit. Tapi kebanyakan juga orang tidak memercayai itu karena takutnya syirik," jelasnya. Menurut Munai Ismail, tempat itu sering dikunjungi warga, baik dari luar daerah maupun lokal saat bulan Ramadan tiba. "Biasanya hari jumat banyak orang yang menghabiskan waktunya di tempat ini untuk salat dan berdoa," tutup Munai Ismail.

Alamat Lengkap:

Terdapat dua lokasi yang diyakini sebagai Makam Raja Ilato Ju Panggola:

1. Kelurahan Dembe I, Kota Barat, Kota Gorontalo

  • Lokasi ini lebih dikenal sebagai Makam Raja Ilato Ju Panggola.
  • Terletak di atas bukit dengan ketinggian sekitar 30 meter dari jalan raya.
  • Di sekitar makam terdapat Masjid Kubah Raja Ilato Ju Panggola.
  • Akses ke lokasi cukup mudah dengan kendaraan roda dua dan roda empat.

2. Desa Dungingi, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo

  • Lokasi ini lebih dikenal sebagai Makam Ju Panggola.
  • Terletak di area persawahan dan pepohonan rindang.
  • Akses ke lokasi lebih sulit dibandingkan dengan lokasi di Dembe I.

Informasi Tambahan:

  • Kedua lokasi makam tersebut ramai dikunjungi peziarah, terutama pada bulan Ramadhan.
  • Di kedua lokasi terdapat juru kunci yang dapat membantu pengunjung.
  • Pengunjung diimbau untuk berpakaian sopan dan menjaga sikap saat berada di area makam.


C. Makam Aulia Male Ta' Ilayabe

    Male Ta' Ilayabe, yang memiliki nama asli Tulutani Male, adalah seorang hulubalang Kerajaan Gorontalo yang terkenal dengan kegagahan dan kesaktiannya. Beliau memiliki peran penting dalam menjaga kedaulatan Kerajaan Gorontalo dari penjajah. Konon, beliau mampu mengendalikan angin dan memiliki ilmu kebatinan yang tinggi. Male Ta' Ilayabe wafat pada tahun 1643 dan dimakamkan di sebuah bukit kecil di Talumolo, Kota Gorontalo. Makamnya kemudian menjadi tempat ziarah bagi masyarakat Gorontalo yang ingin mendoakan dan memohon berkah dari beliau.

    Makam itu terletak puncak bukit yang tingginya sekitar 500 meter dari permukaan laut, di seberang pelabuhan Gorontalo. Tepatnya di Kelurahan Talumolo, Kecamatan Dumbo Raya, Kota Gorontalo. Menurut warga, makam itu milik seorang aulia --disebut juga wali, orang suci--yang dikenal dengan sebutan 'Ta Ilayabe'. Nama aslinya adalah Male, sehingga di gerbang masuk makam tertulis Aulia Male Ta Ilayabe. Konon, Ta Ilayabe adalah seorang imam besar yang menyebarkan Islam di wilayah Gorontalo. Cerita itu menjadikan makam Ta Ilayabe sebagai destinasi wisata religi. "Karena penasaran dengan makam Ta Ilayabe, saya dan teman-teman datang ke sini," tutur Andi (29) saat berkunjung ke makam tersebut, Sabtu (13/7). Penjaga makam, Ismail Danial (39), saat di temui Banthayo.id, mengatakan orang tuanya sempat berpetuah agar menjaga makam itu laiknya makam raja. Lantaran Ta Ilayabe semasa hidupnya memiliki pengorbanan yang cukup besar untuk mendirikan Kerajaan Gorontalo pada masa itu.

    Dari cerita Ismail, kisah Sultan Male, sebutan lain Ta Ilayabe, di Kerajaan Gorontalo berawal dari kedatangannya ke Kerajaan Ternate. Saat itu Ta Ilayabe menjadi hulubalang (prajurit) sakti yang bertugas mengantar upeti dari Gorontalo ke Ternate. Upeti itu dipersembahkan kepada Raja Ternate sebagai syarat agar permohonan Ta Ilayabe bisa dikabulkan. "Dulunya, wilayah Gorontalo masih berada di bawah jajahan Kerajaan Ternate. Ta Ilayabe adalah tokoh yang sering berkunjung ke Ternate," jelas Ismail. Namun, lanjut Ismail, kala itu kedatangan Ta Ilayabe tidak mendapat sambutan baik dari raja. Malah, sang raja hanya mempedulikan tamu dari Belanda yang saat itu juga berkunjung ke kerajaan. 

    Dengan rasa kecil hati, Ta Ilayabe segera meninggalkan ruangan. Kemudian Ta Ilayabe berdiam diri di salah satu gudang di kerajaan tersebut, guna meredam emosinya. Di tempat itu juga ada satu prajurit raja yang sedang berjaga-jaga. Lantas, Ta Ilayabe meminta kepada prajurit itu untuk mengipasi dirinya. Dengan perintah "Ilayabe" yang artinya 'kipas.' Bantuan prajurit tersebut tak membuat emosi Ta Ilayabe surut. Hingga ia kembali ke ruangan raja sambil menancapkan kakinya ke tanah sebanyak tiga kali di hadapan raja. Tidak lama kemudian air pun keluar. Dalam waktu singkat, air telah menggenangi ruangan sang raja sampai batas lutut mereka. "Sambil Ta Ilayabe berkata tegas.

    Akan saya tenggelamkan Kerajaan Ternate jika raja tidak menyetujui permintaan ini. Dalam permintaan itu adalah agar wilayah Gorontalo terlepas dari kekuasaan Raja Tarnate. Dan berdiri sendiri sebagai Kerajaan Gorontalo," jelas Ismail. Dalam kepercayaan masyarakat juga, ungkap Ismail, makam tersebut pernah berpindah tempat tanpa ada yang memindahkan. "Awalnya makam ini berada di lokasi yang saat ini menjadi Pelabuhan Gorontalo. Tetapi, waktu itu banyak orang yang menjadikan makamnya sebagai tempat persinggahan untuk berbuat maksiat. Maka sekarang makam itu berpindah ke atas bukit," kata Ismail. Ismail sendiri ditugaskan untuk menjaga Makam Aulia Male Ta Ilayabe sejak berusia 15 tahun. Dirinya mengakui, banyak masyarakat yang datang untuk berziarah ke makam tersebut. Bukan hanya warga lokal, melainkan pengunjung yang berasal dari pulau Jawa. "Biasanya sehari itu sampai 50 orang bisa datang. Mereka pun cukup melihat makam Ta Ilayabe. Karena menurut mereka makam ini sangat keramat," pungkasnya.

Alamat Lengkap: Jalan Talumolo, Kelurahan Talumolo, Kecamatan Dumbo Raya, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Indonesia.

Fasilitas di Makam:

  • Makam Aulia Male Ta' Ilayabe memiliki beberapa fasilitas, seperti:
    • Masjid
    • Tempat wudhu
    • Toilet
    • Area parkir
    • Kios souvenir

Tips Berkunjung:

  • Gunakan pakaian yang sopan dan menutup aurat.
  • Jagalah sikap dan perkataan saat berada di area makam.
  • Mintalah izin kepada juru kunci makam sebelum memasuki area makam.
  • Jangan membuang sampah sembarangan di area makam.
  • Berikanlah sedekah kepada juru kunci makam sebagai tanda terima kasih.

Informasi Tambahan:

  • Makam Aulia Male Ta' Ilayabe merupakan salah satu situs cagar budaya yang dilindungi oleh Pemerintah Kota Gorontalo.
  • Makam ini ramai dikunjungi oleh peziarah, terutama pada bulan Ramadhan.
  • Di sekitar makam terdapat beberapa warung makan dan penjual souvenir.

D. Makam Aulia Sidrat Imam Awal
    Tampak sebuah makam berdiri gagah di perbukitan Desa Timuato, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo. Area makam itu cukup besar. Di lokasi terdapat bangunan terbuka. Makam itu milik Imam Awal, pendiri Jemaah Laduna Ilma. Makam itu didesain sedemikian rupa, menyerupai makam raja Islam yang bisa kita temui di beberapa wilayah Gorontalo. Seperti makam Raja Auliya Ilato Jupanggola, makam Raja Auliya Huta’alaa, dan sejumlah makam raja lainnya yang serupa makam Imam Awal. Saya menemui Imam Runil Hipi (43), seorang Jemaah Lauda Ilma di Gorontalo. Ia mengatakan, Imam Awal yang bernama asli Syamsudin Bin Syahrian Syahri merupakan seorang pendiri Jemaah Laduna Ilma di Indonesia.

    Imam Awal lahir pada 10 November 1948 di Panit, Yogyakarta. Imam Awal merupakan anak dari seorang panglima militer yang sempat bergabung dalam pasukan Jenderal Sudirman yang berjuang pada perang gerilya di Yogyakarta. Tahun 1948, kedua orang tua Imam Awal dipindahtugaskan ke Kota Manado, Sulawesi Utara, untuk bergabung di Bataliyon Worang Manado. “Saat itu Imam Awal berusia 40 hari.

    Jadi sejak kecil dia sudah di Manado,” kata Imam Runil, Jumat (27/9). Lanjut Runil, Imam Awal mengawali pendidikannya di Manado. Beliau bersekolah di Vrebble School (TK Belanda) dan SD Belanda di Kota Manado. Selanjutnya, untuk jenjang SMP dan SMA, beliau melanjutkan sekolahnya di Surabaya. Imam Awal menyukai musik, sampai-sampai dirinya membentuk grup. Suatu saat, saudara perempuan dari personel musiknya jatuh sakit. Dirinya kaget saat ingin membawa wanita itu berobat. Pasalnya, meski Imam Awal memiliki tubuh yang besar, namun tidak mampu mengangkat perempuan tersebut. Imam Awal mencurigai ada kekuatan gaib di balik sakitnya wanita itu. “Kendati Imam Awal ini badannya cukup kuat, karena beliau suka berolahraga. Terus dirinya juga belum percaya dengan hal-hal gaib.
    Meski bapaknya beragama Islam, dia belum percaya dengan Islam. Sampai-sampai dirinya sepat mempelajari semua ilmu agama," tuturnya. Dari kejadian itu, Imam Awal berkelana ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti ke Aceh, Papua, Kalimantan, dan Gorontalo. Tujuannya, untuk mencari seseorang yang bisa mengobati wanita itu dan juga bisa mengajarinya tentang hal gaib. Di tengah pengembarannya, tibalah ia di Gorontalo. Imam Awal bertemu dengan seorang guru besar di Gorontalo, yakni Imam Pace Nurjana. Dari Imam Pace Nurjana, Imam Awal diperintahkan untuk berkhalwat di salah satu pegunungan yang ada di Kecamatan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo, selama empat tahun. “Lalu ia menikahi seorang perempuan muslim asal Gorontalo. Setelah menikah beliau lebih tekun lagi belajar Islam. Tidak lama kemudian dia kembali ke Manado untuk berkhalwat selama empat hari dan kemudian ia melanjutkan khalwatnya di Kota Bitung. Di sinilah hal-hal aneh terjadi, sampai datang sosok gaib yang membelajarkannya tentang Islam,” terang Imam Runil. 

    Dari khalwatnya, Imam Awal mulai mengajari tentang ajaran Islam, juga beberapa ilmu, kepada beberapa jemaah. Salah satunya, ilmu Laduna Ilma. Imam Runil mengungkapkan, jemaah Laduna sudah tersebar di berbagai wilayah yang ada di Indonesia, seperti di Gorontalo, Ternate, Papua, Manado, Yogyakarta dan Makassar. “Awalnya untuk masuk menjadi Jemaah Laduna Ilma harus melalui beberapa proses, seperti pembaiatan. Di Gorontalo saja kita sudah berjumlah 5 ribu jemaah. Kemudian ditambah di beberapa jemaah yang ada di daerah lain yang ada di Indonesia,” terangnya. Imam Runil bercerita, dahulu ajaran Laduna Ilmi sempat menjadi kontroversi di masyarakat. Bahkan sempat dikatakan sebagai aliran sesat. Namun, menurut Imam Runil hal itu hanya sebagai cobaan bagi orang-orang yang ingin mencari jalan kebenaran. Kendati di dalam ajaran itu, katanya, hanya mengajarkan sesuai dengan tuntunan agama Islam, yaitu Alquran. Seiring berjalannya waktu, pada 16 Mei 2010, Imam Awal meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bitung pada usia 63 tahun. Oleh jemaah, Imam awal dimakamkan di Desa Pinangunian Kota Bitung. Dalam kurun waktu 49 jam, jenazah dipindahkan ke Desa Tombolango, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolang Mongondow.
    Setelah dimakamkan selama tiga tahun di Tombolango, jenazah Imam Awal dipindahkan ke Gorontalo pada 25 Januari 2013. “Karena di dua daerah sebelumnya banyak masyarakat nonmuslim yang menolak jenazah beliau dimakamkan di tempat itu. Jadi kita pindahkan ke Gorontalo. Itu juga perintah beliau di masa hidupnya,” jelas Imam Runil.  Runil menambahkan, saat jenazah Imam Awal akan dipindahkan ke Gorontalo, masyarakat tercengang dengan kondisi jenazah yang masih utuh dan tidak berbau busuk. Kendati dirinya sudah lama terkubur di makam sebelumnya di Kecamatan Lolak.  “Baunya masih wangi seperti pertama kali akan dimakamkan. Bahkan menurut warga setempat, ada beberapa tanaman warga yang sulit berbuah, namun, saat jenazah Imam Awal dimakamkan di lokasi itu, tanaman warga mulai subur. Ini bertanda ada keberkahan,” pungkasnya.

E. Makam Aulia Raja Botutihe

    Raja Botutihe adalah Raja ke-12 Kerajaan Gorontalo yang memerintah pada abad ke-17. Beliau dikenal sebagai raja yang adil dan bijaksana, serta memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Gorontalo. Raja Botutihe wafat pada tahun 1673 dan dimakamkan di sebuah kompleks makam yang terletak di Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo. berdasarkan namanya, kita bisa sedikit berteori tentang makam tersebut:
1. Aulia Raja: Ini merujuk pada gelar seseorang yang dihormati dan dianggap wali atau orang suci. Raja bisa diartikan sebagai pemimpin atau tokoh terpandang.
2. Botutihe: Ini kemungkinan adalah nama keluarga atau gelar daerah dari Raja yang dimakamkan disana.
    Berdasarkan hal tersebut, Makam Aulia Raja Botutihe kemungkinan besar adalah tempat peristirahatan terakhir dari seorang pemimpin atau tokoh masyarakat yang dihormati di Gorontalo. Ia mungkin diyakini sebagai wali atau orang suci yang menyebarkan agama Islam atau membawa kemajuan pada daerahnya.
Alamat Lengkap:
Kompleks Makam Raja Botutihe Kelurahan Biawu, Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo, Gorontalo
Deskripsi Makam:
Kompleks Makam Raja Botutihe terdiri dari beberapa bangunan, yaitu:
  • Makam Raja Botutihe: Makam ini terletak di tengah kompleks dan memiliki bangunan berbentuk kubah berwarna hijau.
  • Makam Ratu Nita: Makam ini terletak di sebelah kanan Makam Raja Botutihe dan memiliki bangunan berbentuk persegi panjang.
  • Makam Keluarga Kerajaan: Makam ini terletak di sekitar Makam Raja Botutihe dan Ratu Nita dan memiliki bangunan yang lebih kecil.
  • Masjid: Masjid ini terletak di dalam kompleks makam dan digunakan untuk salat oleh para pengunjung.

Tradisi dan Ritual:

Kompleks Makam Raja Botutihe merupakan salah satu situs bersejarah dan religi yang paling dihormati di Gorontalo. Setiap tahun, pada tanggal 12 Rabiul Awal, diadakan ritual "Mopolihu" di kompleks makam ini. Ritual ini merupakan tradisi untuk memperingati wafatnya Raja Botutihe dan mendoakan arwah beliau.

Tips untuk Pengunjung:

  • Berpakaianlah dengan sopan dan menutup aurat.
  • Jagalah sikap dan perkataan saat berada di area makam.
  • Mintalah izin kepada juru kunci makam sebelum memasuki area makam.
  • Jangan membuang sampah sembarangan di area makam.
  • Berikanlah sedekah kepada juru kunci makam sebagai tanda terima kasih.

F. Makam Aulia Sultan Hurudji
    Sultan Hurudji (Raja Boalemo I) adalah raja pertama Boalemo yang memerintah dari tahun 1673 hingga 1733. Beliau dikenal sebagai raja yang adil dan bijaksana, serta memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Gorontalo. Sultan Hurudji wafat pada tahun 1733 dan dimakamkan di atas sebuah bukit kecil di Desa Modelomo, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Makamnya kemudian dikenal sebagai Makam Aulia Sultan Hurudji dan menjadi salah satu situs bersejarah dan religi yang paling dihormati di Gorontalo. Sultan Hurudji merupakan Raja Pertama Boalemo yang dinobatkan pada tahun 1607 M atau sekitar abad ke 16 silam. Makam Sultan Hurudji adalah makam tua yang sudah hadir sejak zaman kolonial Belanda. Dan nama Sultan Hurudji sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Boalemo. Raja pertama Boalemo ini bernama lengkap Raja Hurudji Bin Idrus Andi Mappanyuki. Dan makamnya berada di dalam sebuah mesjid megah. Siapa pun yang datang ke lokasi makam, pasti kaget dengan kemegahan yang ada. Di depan mesjid tertulis Makam Raja Hurudji Bin Idrus Andi Mappanyuki (1604-1686) Pembuka / Pendiri Wilayah Boalemo, Tilamoeta-Gorontalo “Olongia Lolipu”. Dilihat dari tulisan dan jenis huruf yang ada, ini sudah ada sejak dulu.
    Konon menurut sejarah asal usulnya, pada abad 16 silam, ada sebuah pulau ditemukan rombongan pedagang ketika berlabuhnya perahu besar yang dikenal Jarangga. Rombongan ini dinahkodai Idrus Andi Is Mapanyuki yang tidak lain orang tua Raja Hurudji yang sempat mengarungi perdagangan menuju Kepulauan Ternate. Dalam rombongan para pedagang itu ikut pula sang isterinya, Zaenab Sultan Babullah bersama empat orang putranya, masing-masing Hurudji yang lahir 1578 M, Mauhe lahir sekitar 1579 M, Humongio lahir 1580 M dan Hutudji lahir 1582 M. Pulau yang ditemukan oleh rombongan pedagang ini adalah kawasan pantai dengan keberadaan daratannya yang subur dipenuhi jenis tanaman dan pohon jeruk suanggi. Tumbuhan ini hidup dengan lebat dan buah yang melimpah. Sehingganya oleh Idrus Andi Is Mapanyuki yang merupakan salah seorang putra Bone, Sulawasi Selatan itu menyebutnya sebagai buah jeruk. Karena dalam perjalanan rombongan pedagang ini sempat menuai hambatan badai angin serta ombak yang kencang. Maka mereka terpaksa berlabuh dipantai pada pulau yang dikenal subur ini. Rombongan segera mendirikan pemukiman dan membuka lahan. Karena sudah cukup lama bermukim dan memenuhi kehidupannya di wilayah pantai tersebut, oleh Andi Is Mapanyuki kemudian menyebutnya daratan itu dengan nama Boalemo sejak abad 16.
    Asal mula kata Boalemo ini diambil dari Bahasa Bone dengan alasan wilayah ini ditemukan oleh orang-orang Bugis Bone. Sementara dalam bahasa Bugis sendiri, kata Boalemo dibagi dalam dua kata, yakni Boa yang artinya buah dan Lemo berarti Lemon. Setelah daratan pantai yang ditumbuhi pepohonan dan buah jeruk sudah dikenal wilayah Boalemo, maka saat itu pula mulai ramai dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai macam suku bangsa. Meski demikian yang paling dominan adalah Suku Bugis dan Suku Ternate. Seiring dengan waktu bertambahnya para penduduk, maka dibentuklah sebuah kerajaan Boalemo. Ini dapat ditandai lewat peringatan upacara agama seperti lebaran Islam dan upacara serah terima jabatan bupati, camat (Waleya Lo Lipu) yang berpusat di Tilamuta. Demikian halnya dengan kebiasaan penyambutan tamu (Motombulu Lo Lipu) ikut menggelar suksesi adat. Menariknya suksesi adat ini dilaksanakan dengan cara mengantar bupati bersama camat yang baru saja dilantik dan diarak dari rumah kediaman bupati dan camat (Yiladiya) menuju Masjid Jami sambil diselingi musik berupa Tambur (Towahu) atau oleh masyarakat Gorontalo dikenal dengan Hantalo, dihadiri para pemangku adat (Baate) dan prajurit (Apita Lau).
    Prosesi adat ini konon ikut digelar saat pengangkatan Sultan Hurudji ketika dinobatkan menjadi raja pertama kali di Boalemo pada tahun 1607 M yakni abad ke 16 silam. Selama kepemerintahan Sultan Hurudji ini, wilayah Boalemo semakin maju dan terus mengadakan kerja sama dengan sejumlah wilayah seperti Ternate dan daerah lainnya. Bahkan semasa hidupnya, Sultan Hurudji ini sempat tiga kali menunaikan ibadah haji bersama sang isteri dan membawa anak yang pertama bernama I Djawa dengan menggunakan perahu Jarangga hasil buatan empat bersaudara. Raja Hurudji beserta isterinya, Tawila wafat pada tahun 1686 M yang saat itu bertepatan hari Jumat secara bersamaan dan hanya dibedakan oleh waktu. Keduanya dimakamkan di atas sebuah bukit kecil yang kini nampak megah ini. Makam ini terletak di Desa Modelomo Kecamatan Tilamuta atau tepat berada di tepi jalan ketika hendak menuju Pelabuhan Perikanan. Posisi makam Raja Sultan Hurudji berada di dalam mesjid.
    Sebenarnya, makam ini tidak berada dalam masjid jika melihat sejumlah arsip akhir tahun 2006. Artinya, masjid sengaja dibangun di lokasi makam agar nampak bahwa makam tersebut berada dalam masjid dan untuk melindungi makam ini, agar sejarahnya tak akan lapuk oleh zaman. Dan Sejarah kerajaan Boalemo ini dijadikan dasar oleh pemerintah ketika menggagas terbentuknya Kabupaten Boalemo yang pisah dari Kabupaten Gorontalo. Keberadaan makam ini, telah di renovasi pada tahun 1998-1999, yakni pada saat Gorontalo masih tergabung dalam wilayah Provinsi Sulawesi Utara di era pemerintahan Gubernur Sulut E.E. Mangindaan dan Wakil Gubernur Prof. DR. H.H.A. Nusi. Perbaikan makam sultan hurudji kembali dilaksanakan pada tahun 2001, setelah Provinsi Gorontalo resmi berdiri. Saat itu, bantuan renovasi oleh pejabat Gubernur Gorontalo, H. Tursandi Alwi melalui Dinas Perhubungan dan Parpostel Provinsi Gorontalo pada proyek APBD Provinsi Gorontalo tahun anggaran 2001-2002. Merupakan makam sejarah para raja gorontalo.Akses menuju lokasi makam Sultan Hurudji dari Pusat Ibukota Provinsi Gorontalo, dapat di tempuh dalam waktu 2 jam dengan menggunakan kenderaan bermotor, baik yang beroda dua maupun beroda empat. Selain dapat berkunjung ke makam bersejarah ini, pengunjung pun dapat melakukan kunjungan wisata menarik lainnya yang ada di Kabupaten Boalemo
Alamat Lengkap:
Desa Modelomo, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo, Gorontalo, 96252
Deskripsi Makam:
    Makam Aulia Sultan Hurudji terletak di dalam sebuah masjid megah yang bernama Masjid Agung Baiturrahim. Masjid ini dibangun pada tahun 1973 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tahun 1974. Kompleks makam Sultan Hurudji dikelilingi oleh pagar tembok dan terdapat sebuah gerbang utama untuk memasuki area makam. Di dalam kompleks makam terdapat dua bangunan utama, yaitu bangunan makam Sultan Hurudji dan bangunan makam istrinya, Ratu Aminah. Bangunan makam Sultan Hurudji berbentuk persegi panjang dengan atap limas dan kubah di atasnya. Makamnya terbuat dari batu dan dihiasi dengan ukiran-ukiran kaligrafi yang indah. Di samping makam Sultan Hurudji terdapat makam istrinya, Ratu Aminah.
Kegiatan Ziarah:
    Makam Aulia Sultan Hurudji merupakan salah satu tujuan wisata religi yang populer di Gorontalo. Banyak peziarah yang datang ke makam ini untuk berdoa dan memohon berkah dari Sultan Hurudji. Pada hari-hari besar Islam, seperti Idul Fitri dan Idul Adha, jumlah peziarah yang datang ke makam ini semakin meningkat. Peziarah biasanya datang untuk memanjatkan doa, membaca ayat suci Al-Quran, dan menaburkan bunga di atas makam.

Tips Ziarah:

  • Berpakaianlah dengan sopan dan menutup aurat.
  • Jagalah sikap dan perkataan saat berada di area makam.
  • Mintalah izin kepada juru kunci makam sebelum memasuki area makam.
  • Jangan membuang sampah sembarangan di area makam.
  • Berikanlah sedekah kepada juru kunci makam sebagai tanda terima kasih.

G. Makam Aulia Hubulo

    Makam Aulia Hubulo merupakan tempat peristirahatan terakhir seorang tokoh penting di Gorontalo, yaitu Raja Bulango dengan gelar Aulia Salihin yang memerintah dari tahun 1752 hingga 1772. Makam ini memiliki sejarah yang menarik dan menjadi salah satu lokasi ziarah yang dikunjungi masyarakat Gorontalo.
    Menurut penuturan Habibah Huntoyungo, sesepuh yang tinggal di sekitar makam, tempat peristirahatan Aulia Hubulo dipilih oleh beliau sendiri sebelum wafat. Setelah tiba dari Negeri Aceh, beliau memilih lokasi tersebut sebagai peristirahatan terakhirnya. Sayangnya, detail mengenai kisah hidup dan perjalanan Aulia Hubulo sebelum menjadi Raja Bulango masih belum banyak terdokumentasikan dengan baik. Namun, makam ini tetap menjadi lokasi yang disakralkan dan dihormati masyarakat sekitar. 
    Makam Raja Hubulo Gobel sering diziarahi masyarakat. Mereka meyakini Raja Hubulo sebagai aulia (wali) sekaligus tokoh penyebar Islam pada abad ke-17 silam. Makam itu terletak di Desa Keramat, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango. Jaraknya sekitar enam kilometer dari pusat Kota Gorontalo. Pengelola makam Raja Hubulo, Husain Yahya (60), mengatakan setiap hari Jumat lokasi itu banyak dikunjungi masyarakat setempat maupun yang berasal luar Bone Bolango. Para pengunjung yang berziarah memiliki kebiasaan membawa pulang tanah yang berasal dari makam Raja Hubulo tersebut. “Diyakini tanah tersebut bisa menjernihkan air sumur jika dibuang ke dalamnya. Bahkan bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit," kata Husain.
    Menurut kesaksian Husain, tanah di makam tersebut tidak pernah berkurang meski sering diambil peziarah. “Sudah banyak yang mengambil tanah tersebut untuk dibawa pulang, namun tetap kondisi tanah yang ada di makam seperti tidak tersentuh sama sekali. Karena diyakini tanah itu membawa berkah bagi siapa yang mengambilnya,” jelas Husain.  Terdapat sejumlah makam lain di sekitar makam Raja Hubulo Gobel yang puluhan di antaranya juga memiliki nama belakang Gobel. Sehingga diketahui bahwa pemakaman tersebut merupakan pemakaman keluarga besar Gobel yang ada di Gorontalo. Tokoh adat Desa Keramat, Yamin Husain (68), menjelaskan Raja Hubulo merupakan salah satu wali di Gorontalo yang konsisten dalam menyebarkan agama Islam. Dia pun menceritakan asal nama 'Hubulo'. 
    Yamin menceritakan Ibrahim Duawulu lahir pada tahun 1709. Orang itu dikenal sebagai petani yang rajin serta berkepribadian ramah, alim, dan sangat bijaksana. Dia memiliki kebiasaan memancing di sebuah danau kecil. “Seketika di sampingnya sering menyala lilitan tali ijuk yang dipergunakan untuk menyalakan rokoknya yang terbuat dari pucuk daun enau. Waktu itu api masih dibuat secara tradisional dan dibakar pada tali ijuk agar tidak mudah padam," kata Yamin.  "Sebagian orang melihatnya sering mengepulkan asap dari tali ijuk ini. Maka dalam bahasa Gorontalo mereka menyebutnya wabuwobulo atau tihu-tihubulo yang artinya sedang mengepulkan asap. Dari sinilah kata 'Hubulo' menjadi julukan nama baru dari orang tua tersebut,” jelas Yamin.
    Namun, menurut Yamin, saat itu orang Belanda bukan menyebut Hubulo melainkan Gobel. "Karena waktu itu Belanda masih agak kesulitan menyebut nama Hubulo, sehingga kemudian mereka memanggilnya dengan nama Gobel. Dan kini Gobel menjadi marga terbesar di masyarakat Gorontalo,” tutup Yamin. Jika di Pulau Jawa kita mengenal para Tokoh Penyebar Agama Islam dengan sebutan Wali Songo maka di Gorontalo dikenal dengan sebutan Aulia. Para Aulia ini juga saligus para Raja yang ada di Gorontalo, hingga saat ini Makam para Aulia tersebut dirawat dan ramai diziarahi oleh masyarakat. Ahad (12/05). Salah satu Makam Aulia yang begitu mashur dikalangan masyarakat Gorontalo higga sampai ke Pulau Jawa yakni Makam Aulia Hubulo atau dikenal dengan sebutan Ti Hubulo. Aulia Hubulo juga merupakan Raja Bulango pada tahun 1752 hingga tahun 1772 dengan gelar Aulia Salihin. Layaknya Makam para Aulia lainnya maka Makam Aulia Hubulo yang terletak di Desa Kramat, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango ini juga memiliki Sejarah bahkan terbilang unik. Aulia Hubulo tersebut memiliki nama asli Ibrahim Duwawulu dan menjadi Aulia Hubulo sudah sejak ratusan tahun yang lalu. Dan menjadi Tokoh Penyebar Agama Islam pada Abad 17. Menurut Habiba Huntoyungo (94 thn) salah seorang Petua yang sudah berumur 94 tahun dan tinggal di sekitar bawah Bukit Makam Aulia Hubulo yang mengetahui Sejarah dari Makam tersebut kepada Lintas Gorontalo menuturkan, tempat dimakamkannya Aulia Hubulo itu merupakan tempat yang dipilihnya sendiri sebelum wafat setelah setibanya dari Negeri Aceh. “Aulia (Waliyullah) ini sudah dari Aceh dan dalam penjalanan pulangnya Dia menggunakan rakit, sambil mengunyah buah pinang dan akhirnya kulit dari buah pinang tersebut dilemparkannnya ke tengah-tengah air sungai yang airnya dalam dan kemudian berwasiat jika nanti Dirinya meninggal Dia minta dimakamkan ketempat dimana kulit pinang tersebut dilemparkannya,”tutur Habiba Huntoyungo.
    Kemudian tempat dimana dimakamkannya Aulia Hubulo tersebut yang sebelumnya air yang dalam lama kelamaan menjadi Bukit yang hingga saat ini dikenal dengan Bukit Hubulo. Dan uniknya bukit tersebut hanya berdiri sendiri tanpa ada Bukit lainnya . Selain itu Aulia Hubulo merupakan Aulia yang semasa hidupnya selalu mengucapkan kebenaran, tidak berdusta serta tidak berbicara perihal yang tidak baik. “Dia adalah Aulia yang memang benar-benar Aulia tidak hanya sekedar mengaku sebagai Aulia. Aulia itu orang yang selalu mengucapkan kebenaran, tidak berdusta, tidak berkata yang kasar dan biadab, dan tidak asal berucap.”jelas Wanita Tua yang lahir pada 1926 tersebut. Sementara itu menurut Sidik Yahya (58 thn) Makam Aulia Hubulo banyak dikunjungi oleh masyaakat Gorontalo bahkan ada pula masyarakat yang dari luar Gorontalo seperti Jakarta. Terlebih pada saat Hari Raya Idul Fitri maka akan sangata banyak masyarakat yang mengunjungi Makam Aulia Hubulo. Peziarah tersebut setelah berdoa akan mengambil segumpal tanah yang berada diatas Pusaran Tanah Makam Aulia Hubulo.
    Tanah tersebut diyakini dapat menjadi obat, selain itu juga di letakan pada botol air atau didalam sumur untuk mandi. 
“Banyak yang berziarah ke kubur tersebut, dan itu sudah sejak lama bahkan Saya sendiripun ini sudah tua, dan yang datang berziarah itu sudah sejak Aulia tersebut meninggal, biasa yang datang berziarah tersebut mengambil segumpal tanah yang dipercaya bisa dijadikan sebagai obat, di rendam di dalam air, untuk mandi, diminum, sebagai pembersiah diri”jelas Habiba. Untuk sampai pada Makam Aulia tersebut para peziarah harus melalui 70 anak tangga dan hingga saat ini makam Aulia Hubulo tetap terawat dan selalu dibersihkan bahkan saat ini sudah banyak makam yang ada di sekitar Makam Aulia Hubulo tersebut salah satunya makam Thayeb Mohammad Gobel Pendiri dari PT Nasional Panasonic Gobel.
Lokasi Makam Aulia Hubulo
    Makam Aulia Hubulo terletak di Desa Kramat, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Lokasinya berada di bawah Bukit Makam Aulia Hubulo, sehingga untuk mencapai makam tersebut kemungkinan diperlukan sedikit pendakian.

Informasi Tambahan

  • Belum ada informasi detail mengenai arsitektur atau ciri khas khusus dari Makam Aulia Hubulo.
  • Seperti makam para Aulia lainnya, Makam Aulia Hubulo diyakini memiliki karomah dan berkah, sehingga sering diziarahi masyarakat untuk berdoa.

Etiket Berkunjung ke Makam Aulia Hubulo

  • Jika Anda berencana mengunjungi Makam Aulia Hubulo, ada baiknya untuk memperhatikan beberapa hal:
  • Gunakan pakaian yang sopan dan tertutup.
  • Jaga kebersihan dan ketenangan di sekitar area makam.
  • Mintalah izin kepada juru kunci atau penjaga makam sebelum memasuki area makam.
  • Berdoa dengan khusyuk dan penuh rasa hormat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah G30S/PKI

          G30S/PKI (Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia) adalah sebuah peristiwa sejarah yang terjadi pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965 di Indonesia. Peristiwa ini melibatkan upaya kudeta yang diduga dilakukan oleh sekelompok perwira militer yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk menggulingkan pemerintahan saat itu. Dalam peristiwa ini, enam jenderal TNI Angkatan Darat dan beberapa orang lainnya dibunuh.      Pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto menuduh PKI sebagai dalang di balik upaya kudeta tersebut. Akibatnya, terjadi pembantaian besar-besaran terhadap anggota dan simpatisan PKI, serta penahanan tanpa proses hukum terhadap ribuan orang yang diduga terlibat atau berafiliasi dengan PKI. Jumlah korban tewas diperkirakan mencapai ratusan ribu orang.      Peristiwa G30S/PKI menjadi salah satu momen penting dalam sejarah Indonesia karena berdampak besar pada perub...

Hukum Bersentuhan Dengan Anak Tiri

A. Pandangan hukum Islam terhadap hukum bersentuhan secara fisik antara orang tua tiri dan anak tiri      Dalam pandangan hukum Islam, bersentuhan secara fisik antara orang tua tiri dan anak tiri memiliki ketentuan yang bergantung pada status mahramnya. Seorang anak tiri menjadi mahram bagi orang tua tirinya jika orang tua tirinya telah menikah sah dengan ibu atau ayah kandungnya dan telah terjadi hubungan suami istri, sehingga interaksi fisik seperti berjabat tangan atau bersentuhan yang wajar diperbolehkan selama tetap menjaga adab dan batasan syar’i. Namun, jika pernikahan belum diiringi hubungan suami istri atau anak tiri tersebut berjenis kelamin berbeda dan sudah baligh, maka statusnya belum menjadi mahram, sehingga bersentuhan yang dapat menimbulkan syahwat dilarang. Meskipun sudah mahram, Islam tetap menganjurkan menjaga kesopanan, menutup aurat sesuai ketentuan, dan menghindari sentuhan yang berlebihan atau tidak pantas demi menjaga kehormatan dan mencegah fitnah...